“Hidup tiada mungkin tanpa perjuangan tanpa pengorbanan mulia adanya
Berpeganglah tangan satu dalam cita demi masa depan Indonesia Jaya.”
Berpeganglah tangan satu dalam cita demi masa depan Indonesia Jaya.”
Rangkaian kata-kata di atas merupakan bagian dari lirik lagu berjudul
“Indonesia Jaya”, yang biasa saya gunakan untuk memotivasi siswa
belajar dan bekerja lebih giat demi mewujudkan masa depan yang lebih
baik.
Ya, anak-anak sekarang memang banyak yang lebih memilih JALAN PINTAS
ketimbang mencapai sesuatu melalui proses yang benar (dengan konsekuensi
lebih ruwet, lebih berat, lebih menderita!). Tidak percaya? Cobalah
amati anak-anak kita ketika dihadapkan pada suatu persoalan. Mereka
lebih cepat menjawab dengan kata-kata “TIDAK BISA”, “TIDAK SANGGUP”,
“BERAT”, atau semacamnya.
Jawaban-jawaban dengan nada seperti disebutkan di atas itu
menunjukkan bahwa mereka “enggan” mengikuti proses yang benar. Ini
berbahaya jika dibiarkan menjadi kebiasaan, yang pada gilirannya akan
mewarnai atau bahkan membentuk watak mereka.
Kepada mereka perlu diajarkan
bahwa hidup itu bukan sekadar apa yang diinginkan harus terwujud.
Mereka perlu tahu bahwa untuk mencapai sesuatu harus ada upaya yang
dilakukan. BUKAN GRATIS! Intinya, harus ada pertukaran antara apa yang
diinginkan dengan apa yang dilakukan untuk mencapai keinginan itu.
Misalnya, untuk mendapatkan nilai baik di sekolah pertukaran yang
harus dilakukan adalah belajar giat dan tekun — bukan nyontek pekerjaan
teman! Begitu pula untuk capaian-capaian lainnya. Jadi, untuk
mendapatkan keberhasilan seseorang harus melakukan sesuatu secara benar
sehingga tidak merugikan pihak lain secara tidak wajar.
Apa hubungannya dengan pengajaran disiplin? Di mata sebagian
masyarakat, disiplin itu identik dengan sesuatu yang “berat”, “monoton”,
“membosankan” dan semacamnya sehingga orang cenderung tidak
mematuhinya. Mereka lebih memilih yang asyik-asyik saja, bukan yang
sulit.
Padahal, dari disiplin itulah manusia akan menjadi pribadi yang bisa
mencapai keberhasilan secara benar — integritas, karakter — dan,
terhormat. Sebab itu, disiplin harus diajarkan dan dilatihkan sehingga
menjadi pengalaman yang mempribadi kepada siswa.
Tentu saja, karena pengajaran disiplin ini berada dalam ranah
pendidikan, maka pelaksanaannya pun harus mengacu pada nilai-nilai
pendidikan. Artinya, dalam pengajaran disiplin itu sebisa mungkin
dihindari pemberian sanksi berupa “hukuman” (fisik maupun psikis) bagi
siswa yang melanggarar. Lebih penting adalah bagaimana para guru
menjadikan nilai-nilai kedisiplinan itu sebagai milik siswa, sehingga
mereka merasa butuh untuk melaksanakannya.
Apabila cara yang dilakukan guru dalam mengajarkan disiplin bisa
dilakukan seperti yang disebutkan terakhir di atas, maka pengajaran
disiplin tanpa teriakan adalah mungkin! Bisa dilakukan! Kuncinya ada
pada guru.
Ketulusan, rasa syukur menjadi orang yang berkesempatan mewarnai
kehidupan anak-anak, harapan yang tinggi untuk keberhasilan siswa di
masa depan adalah ramuan yang menguatkan niat para guru untuk berbuat
terbaik demi siswa.
Ya, demi siswa. Bukan demi ego guru. Sebab itu guru tidak perlu
melakukan “kekerasan” kepada siswa dengan memberikan hukuman bagi
pelanggaran disiplin di sekolah. Sanksi boleh, tetapi hukuman jangan!
0 komentar:
Posting Komentar