Oleh Sri Rahayu Chandrawati, S.Pd
Munculnya inovasi pendidikan dilatarbelakangi oleh tantangan untuk
menjawab masalah-masalah krusial dalam bidang pendidikan; pengelolaan
sekolah, kurikulum, siswa, biaya, fasilitas, tenaga maupun hubungan
dengan masyarakat. Inovasi pendidikan yang berlangsung di sekolah
dimaksudkan untuk menjawab masalah-masalah pendidikan yang terjadi di
sekolah guna mendapatkan hasil yang terbaik dalam mendidik siswa. Ujung
tombak keberhasilan pendidikan di sekolah adalah guru oleh karena itu
guru diharapkan mampu menjadi seorang yang inovatif guna menemukan
strategi atau metode yang efektif untuk mendidik. Inovasi yang dilakukan
guru pada intinya berada dalam tatanan pembelajaran yang dilakukan di
kelas. Kunci utama yang harus dipegang guru adalah bahwa setiap proses
atau produk inovatif yang dilakukan dan dihasilkannya harus mengacu
kepada kepentingan siswa.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru
mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai pada pelaksanaan dan
evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu
inovasi pendidikan. Tanpa keterlibatan mereka, maka sangat mungkin
mereka tidak perduli dengan inovasi yang ditawarkan, bahkan menolak
inovasi yang diperkenalkan kepada mereka tersebut. Hal ini dikarenakan
mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka bukanlah miliknya
yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan
mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu dalam
suatu inovasi pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat
karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, orang tua,
teman, dokter, motivator dan lain sebagainya. (wright, 1987)
Dari uraian permasalahan diatas, maka dalam makalah ini akan
difokuskan pada bagaimana peranan guru dalam inovasi pendidikan yang
menyangkut sikap terbuka dan peka guru terhadap perubahan (inovasi)
serta perannya sebagai agen pembaharuan sekaligus adopter dalam inovasi
pendidikan.
A.Peranan Guru Di Sekolah
Peranan diartikan sebagai seperangkat tingkah laku atau tugas yang
harus atau dapat dilakukan seseorang pada situasi tertentu sesuai dengan
fungsi dan kedudukannya. Seperangkat tugas yang harus dilakukan
seseorang sesuai dengan kedudukan dan harapan masyarakatnya disebut
dengan peranan yang diharapkan atau ascribed role. Sedangkan
seperangkat tugas dan kewajiban yang dapat dilaksanakan sesuai dengan
kondisi yang ada merupakan peranan yang dapat dicapai atau disebut
achieved role.
Secara umum banyak sekali peranan yang mesti dilakukan guru dalam
melaksanakan tugasnya di sekolah. Namun, peranan guru yang paling pokok
berhubungan erat dengan tugas dan jabatannya sebagai suatu profesi.
Tugas guru secara profesional menurut Sutan Zanti Arbi dalam Wahyudin
et.al (2007:9.32) meliputi tugas mendidik, mengajar dan melatih.
Mendidik berarti pemberian bimbingan pada anak agar potensi yang
dimilikinya berkembang seoptimal mungkin dan dapat meneruskan serta
mengembangkan nilai-nilai hidup. Sebab tugas guru disamping menyampaikan
ilmu pengetahuan, juga mencakup pembentukan nilai-nilai pada diri murid
yang tertuju pada pengembangan seluruh aspek kepribadian murid secara
utuh agar tumbuh menjadi manusia dewasa.
Mengajar berarti memberikan pengajaran dalam bentuk penyampaian
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotor)
pada diri murid agar dapat menguasai dan mengembangkan ilmu dan
teknologi. Guru sebagai pengajar lebih menekankan pada pelaksanaan tugas
merencanakan, melaksanakan proses belajar-mengajar dan menilai
hasilnya. Untuk melaksanakan tugas ini, guru disamping harus menguasai
materi atau bahan yang akan diajarkan, juga dituntut untuk memiliki
seperangkat pengetahuan dan ketrampilan teknis mengajar. Sehubungan
dengan tanggungjawab profesional, dalam melaksanakan tugas mengajar ini,
guru dituntut untuk selalu mencari gagasan-gagasan baru (inovasi),
berusaha menyempurnakan pelaksanaan tugas mengajar, mencobakan
bermacam-macam metode dalam mengajar dan mengupayakan pembuatan serta
penggunaan alat peraga dalam mengajar. Gagasan baru (inovasi) yang
dilakukan oleh guru hendaknya bertujuan untuk penyempurnaan kegiatan
belajar-mengajar.
Melatih lebih ditekankan pada tujuan mengembangkan ketrampilan
tertentu agar para siswa mengalami peningkatan kemampuan kerja yang
memadai.
Cece Wijaya dalam Wahyudin et.al (2007:9.33) juga menyatakan ada 3
tugas dan tanggung jawab pokok profesi guru, yaitu: guru sebagai
pengajar, pembimbing dan administrator kelas.
Sebagai pengajar, guru lebih menekankan pada tugas dalam merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran. Oleh karena itu, ia dituntut
untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan teknik mengajar,
disamping menguasai bahan yang diajarkannya. Sebagai pembimbing, guru
lebih menekankan pada tugas memberikan bantuan kepada siswa agar dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya. Sedangkan tugasnya sebagai
administrator kelas, akan memadukan ketatalaksanaan pengajaran dengan
ketatalaksanaan pada umumnya. Namun tugas ketatalaksanaan bidang
pengajaran yang harus lebih diutamakan oleh guru.
Sehubungan dengan tugas profesionalnya, seorang guru paling tidak
harus melaksanakan peranan sesuai dengan profil kemampuan dasar
profesional guru dalam proses belajar-mengajar sebagai berikut:
1.Menguasai bahan pelajaran
2.Mengelola program belajar-mengajar
3.Mengelola kelas
4.Menggunakan media dan sumber
5.Menguasai landasan-landasan kependidikan
6.Mengelola interaksi belajar-mengajar
7.Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8.Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan
9.Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10.Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
Redja Mudyahardjo dalam Wahyudin, et.al (2007:9.34) mengelompokkan
jenis kemampuan pokok yang ideal dikuasai guru profesional ke dalam 3
kelompok, yaitu:
1.Kemampuan membantu siswa belajar secara efisien dan efektif agar
mencapai hasil optimal. Adapun kemampuan itu terdiri atas: (1) Mengelola
kegiatan belajar mengajar dan (2) Melakukan bimbingan siswa.
2.Kemampuan menjadi penghubung kebudayaan dan masyarakat yang aktif
kreatif dan fungsional. Adapun kemampuan ini terdiri dari: (1) Menjadi
mediator kebudayaan baik sebagai pembawa kebudayaan, pemelihara
kebudayaan maupun sebagai pengembang kebudayaan dan (2) Menjadi
komunikator sekolah dan masyarakat.
3.Kemampuan menjadi pendukung pengelolaan program kegiatan sekolah
dan profesi. Adapun dalam hal ini guru dapat melakukan kegiatan sebagai
berikut: (1) Menjadi anggota staf sekolah yang produktif dan (2) Menjadi
anggota administrasi profesional yang produktif.
Idealnya, tingkat kemampuan yang diharapkan dimiliki guru profesional
adalah tingkat kemampuan yang menunjukkan efisiensi yang tinggi dalam
melaksanakan pekerjaannya. Menurut Alen Richard dalam Wahyudin et
.al (2007:9.34) efisiensi profesional mencakup 5 kemampuan, yaitu:
1.Ketrampilan teknologi yaitu dapat melakukan pekerjaan dengan
menggunakan teknik-teknik kerja ilmiah yang mendekati kesempurnaan.
2.Pengetahuan teknologi yang relevan yaitu dapat menguasai
teknik-teknik kerja ilmiah yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan
bidang pekerjaannya.
3.Pengetahuan tambahan untuk pengembangan yaitu dapat menguasai
pengetahuan tentang konsep dan metode penelitian dan pengembangan yang
dapat dipergunakan dalam bidang pekerjaannya.
4.Kemampuan mengambil keputusan secara tepat yaitu dapat melaksanakan kepemimpinan dalam bidang pekerjaannya.
5.Kualitas Moral yaitu teguh terikat pada kode etik jabatannya dalam situasi bagaimana pun yang dihadapinya.
Mengacu kepada berbagai kemampuan dasar yang mesti dikuasai oleh guru
profesional tersebut nampak bahwa para guru dalam melaksanakan tugasnya
dituntut untuk selalu memperbaharui kemampuannya agar dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi baik didalam
lingkungan kerjanya maupun yang ada di lingkungan sekitarnya.
Setiap perubahan yang terjadi pada suatu aspek kehidupan akan
menimbulkan perubahan pada aspek lainnya pula. Misalnya perkembangan
pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan menimbulkan perubahan
dalam bidang lain seperti ekonomi dan bidang sosial budaya. Demikian
pula perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan akan berpengaruh pada
guru sebagai pemeran utama dalam menentukan keberhasilan pendidikan.
B.Peran Serta Guru Dalam Pelaksanaan Inovasi Pendidikan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa perubahan yang terjadi
pada salah satu aspek dapat mempengaruhi aspek kehidupan lainnya.
Demikian jugalah perubahan yang terjadi pada aspek pendidikan akan
berpengaruh pada guru sebagai pemegang peranan utama dalam menentukan
keberhasilan pendidikan. Telah banyak perubahan (inovasi ) yang
dilakukan dalam bidang pendidikan seperti: 1) Penggunaan analisis dan
pendekatan sistem dalam perencanaan pendidikan dan pengajaran di
Indonesia yang melahirkan produk berupa Sistem Perencanaan, Pemrograman
dan Penganggaran Pendidikan (SP4), 2) Proyek Pendidikan Anak Oleh
Masyarakat dan Orang tua (PAMONG), 3) Pengembangan SD kecil, 4) CBSA,
5) Program Kejar Paket A, B dan C, 6) SMP dan Universitas Terbuka, 7)
Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (PEQIP=Primary Education
Quality Improvement Project) dan lain sebagainya.
Dalam berbagai inovasi yang telah disebutkan dalam contoh diatas dan
diterapkan di negara kita tentulah semuanya melibatkan guru sebagai
ujung tombak dalam dunia pendidikan. Adapun peran serta dan
keterlibatan guru dalam setiap inovasi pendidikan yang ada di Indonesia
terdiri atas:
1.Guru Bersikap Terbuka dan Peka Terhadap Perubahan (Inovasi)
Kegiatan pendidikan sebagai usaha sadar senantiasa terkait dengan
tuntutan dan perkembangan jaman, dan tidak bisa melepaskan diri dari
tuntutan aspirasi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Oleh karena
itu, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, guru harus senantiasa
bersikap terbuka terhadap berbagai aspirasi atau kritikan yang muncul
dari manapun datangnya. Guru dituntut untuk selalu siap mendiskusikan
apapun bentuknya baik dengan rekan sejawat, dengan murid, orang tua
murid atau dengan masyarakat sekitarnya yang peduli terhadap kemajuan.
Seorang guru yang terbuka senantiasa dapat menampung aspirasi dari
berbagai pihak, sehingga sekolah dapat menjadi agen perubahan dan guru
menjadi pendukung utamanya. Dengan sikap seperti itu akan mendorong para
guru untuk terus menerus berusaha memperbaiki kinerjanya guna
menciptakan suasana kehidupan yang demokratis di sekolah baik dalam
proses belajar-mengajar maupun dalam lingkup yang lebih luas lagi.
Suasana yang demokratis dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan sikap
demokratis pula dalam diri siswa, bersikap tidak menutupi kesalahan,
terus terang dan siap menerima kritik untuk kemajuan hidupnya dimasa
yang akan datang. Di samping itu, sikap terbuka yang dimiliki guru juga
akan mendorong untuk selalu berusaha mencari dan menemukan alternatif
yang terbaik untuk pemecahan masalah yang dihadapi sekolahnya sehingga
akan tumbuh suasana yang kondusif guna meningkatkan mutu pendidikannya.
Dalam menghadapi dan menjawab tantangan zaman akibat perkembangan
yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, guru dituntut
pula untuk peka terhadap berbagai bentuk perubahan baik yang berlangsung
di sekolahnya maupun yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sikap ini
penting dimiliki para guru dan tenaga kependidikan lainnya agar suasana
kehidupan sekolah tidak selalu bersifat rutin, merasa puas dengan sarana
dan fasilitas yang ada serta metode dan teknik pembelajaran yang lama,
tetapi selalu berusaha menyesuaikan diri dengan perkembangan yang
terjadi. Untuk itu kemampuan melakukan penelitian guna memecahkan
masalah yang dihadapi penting serta harus dikuasai dan dimiliki oleh
guru, meskipun dalam kadar yang masih sederhana.
2.Guru Sebagai Agen Pembaharuan Dalam Inovasi Pendidikan
Inovasi pendidikan dilakukan guna memecahkan masalah yang dihadapi,
agar dapat memperbaiki mutu pendidikan secara efektif dan efisien. Salah
satu bentuk peran serta yang dapat dilakukan guru terhadap inovasi
adalah sebagai agen pembaharuan. Rogers et.al (1983:312) menjelaskan
pengertian agen pembaharuan sebagai berikut: “A change agent is an
individual who influences clients, innovation decisions in a direction
deemed desirable by a change agency”. Seorang agen pembaharuan adalah
seseorang yang mempengaruhi keputusan inovasi para klien (sasaran)
kearah yang diharapkan oleh lembaga pembaharu. Dengan demikian, seorang
agen pembaharu berperan sebagai penghubung antara lembaga pembaharuan
dengan sasarannya. Dalam hal ini agen pembaharu berperan sebagai pemberi
kemudahan bagi lancarnya arus inovasi dari lembaga pembaharu kepada
sasaran yang dikenai pembaharuan. Ia menyampaikan pesan-pesan inovasi
dari lembaga pembaharuan kepada sasarannya. Disamping itu, ia pun
menerima umpan balik dari klien untuk disampaikan kepada lembaga
pembaharu, sehingga agen pembaharu dapat melakukan
penyesuaian-penyesuaian dan perbaikan sesuai dengan kebutuhan para
kliennya.
Guru sebagai agen pembaharuan dalam inovasi pendidikan dapat
melakukan peranan sebagaimana dikemukakan oleh Nyoman Sucipta, (1982:23)
sebagai berikut:
1.pemberi informasi
2.mempercepat terjadinya difusi inovasi
3.sebagai komunikator antar subsistem dalam masyarakat dan
4.berusaha mengaitkan sistem yang satu dengan sistem yang lain
Sesuai dengan tahapan inovasi dari sudut pencipta atau agen
pembaharu, maka dalam inovasi pendidikan, peranan guru dapat dimulai
dari tahap-tahap sebagai berikut:
1.Invention (penemuan), meliputi penemuan/penciptaan hal-hal baru
dalam aspek tertentu dalam pendidikan. Tahap ini tentunya diawali dengan
pengenalan masalah, penelitian dan perumusan masalah secara lebih
tajam. Misalnya bagaimana mengatasi anak yang mengalami kesulitan dalam
pelajaran listening Bahasa Inggris.
2.Development (pengembangan), meliputi saran alternatif pemecahan
masalah, percobaan dan penelitian, percobaan kembali, penilaian dan
seterusnya. Misalnya setelah dicoba dan diteliti berkal-kali ternyata
metode pengajaran listening melalui akuisisi yang lebih efektif
digunakan dalam membantu siswa memahami listening Bahasa Inggris.
3.Diffusion (penyebaran), mencakup penyebaran ide-ide baru kepada
sasaran penerimanya. Misalnya Setelah terbukti efektif, metode akuisisi
dalam pengajaran listening disebarkan kepada masyarakat luas.
Mengacu pada peran serta guru sebagai agen pembaharuan dalam inovasi
pendidikan, terlihat bahwa kemampuan pokok yang perlu dimiliki guru
adalah kemampuan melakukan penelitian dalam bidang pendidikan. Dalam
upaya meningkatkan dan memperbaiki mutu praktek proses pembelajaran di
sekolah, belakangan ini, Ditjen Dikti Depdiknas melalui proyek
pendidikan tenaga akademik telah mengembangkan penelitian tindakan kelas
(classroom action research) yang dapat dilakukan oleh guru yang
merencanakan dan melaksanakan praktek pembelajaran di kelas. Dalam
pelaksanaannya penelitian tindakan kelas (PTK) dapat dilakukan oleh guru
sendiri, atau bekerja sama dengan pihak lain, misalnya bekerjasama
dengan dosen di perguruan tinggi. Fokus persoalan penelitian ini
bertitik tolak dari masalah praktek pembelajaran yang dilaksanakan guru
di kelas, serta pada tindakan-tindakan alternatif yang direncanakan oleh
guru, kemudian dicobakan dan dievaluasi apakah tindakan alternatif itu
dapat digunakan untuk memecahkan masalah pembelajaran yang sedang
dihadapi.
Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk peningkatan atau perbaikan
praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru. Disamping itu,
penelitian tindakan kelas banyak memberi manfaat bagi guru, salah
satunya adalah terlaksananya inovasi pembelajaran oleh guru di tempat
kerjanya atau di kelasnya.
Dalam inovasi pembelajaran guru dituntut selalu mencoba untuk
mengubah, mengembangkan dan meningkatkan gaya mengajarnya, agar ia mampu
melahirkan model mengajar yang sesuai dengan tuntutan kelasnya. Dari
tahun ke tahun guru selalu berhadapan dengan siswa yang berlainan. Oleh
karena itu, apabila guru melaksanakan penelitian tindakan kelas pada
kelasnya sendiri, dan bertolak dari masalahnya sendiri, kemudian ia
menemukan solusi untuk mengatasinya, ia secara tidak langsung telah
berperan serta dalam inovasi pembelajaran yang bertolak dari
permasalahan yang dihadapi dalam kelasnya. Inovasi yang demikian jauh
akan lebih efektif dibandingkan dengan bentuk penataran-penataran untuk
tujuan serupa. Penataran sendiri belum tentu sesuai dengan kebutuhan
guru dalam mengatasi persoalan pembelajaran dikelasnya.
3.Guru Sebagai Adopter (Penerima) Inovasi Pendidikan
Peran serta guru berikutnya dalam menghadapi atau merespon berbagai
inovasi pendidikan yang dilakukan adalah sebagai adopter atau penerima
inovasi. Guru sebagai adopter inovasi pendidikan, tidak akan jauh
berbeda dengan peran adopter pada bidang lainnya. Menurut Rogers
(1983:247) terdapat 5 kategori adopter dalam menerima suatu inovasi,
yaitu : (1) Inovator, (2) Pelopor, (3) Pengikut Awal, (4) Pengikut
Akhir, (5) Lagard / Kolot.
Sesuai dengan pendapat Rogers tersebut, guru sebagai inovator dalam
bidang pendidikan akan memiliki ciri dan sifat gemar sekali meneliti dan
mencoba setiap kali ada gagasan baru dalam pendidikan. Kegemaran
seperti itu mendorong guru untuk mencari informasi lebih banyak tentang
ide baru, mengadakan hubungan dengan orang lain diluar sistemnya, serta
membuatnya menjadi pemberani sekalipun harus menghadapi resiko besar.
Guru yang berperan sebagai pelopor lebih berorientasi kedalam sistem,
biasanya memiliki ciri dan sifat yang suka meneliti terlebih dahulu
terhadap suatu ide baru sebelum ia berkeputusan untuk menggunakannya.
Kelompok adopter ini sering kali terdiri atas para pemuka pendapat.
Anggota sistem lainnya yang termasuk calon adopter biasanya mencari si
pelopor untuk meminta nasihat dan keterangan mengenai inovasi. Disamping
itu, kelompok adopter ini suka dicari oleh agen pembaharu untuk
dijadikan teman pendamping dalam mempercepat adopsi atau penyebaran
inovasi dalam bidang pendidikan. Guru-guru yang tergolong dalam kelompok
adopter biasanya dijadikan teladan karena merupakan lambang
keberhasilan dan kehati-hatian dalam menerima dan menggunakan ide-ide
baru.
Adopter berikutnya dalam menerima inovasi adalah pengikut awal
(dini). Biasanya mereka yang tergolong pada pengikut awal menerima
ide-ide baru hanya beberapa saat setelah anggota-anggota sistem sosial
lainnya menerima ide baru. Mereka bukan yang pertama juga bukan yang
terakhir dalam menerima inovasi. Mereka memiliki banyak pertimbangan
dalam menerima dan mengadopsi inovasi.
Kelompok adopter selanjutnya dalam menerima inovasi adalah pengikut
akhir. Biasanya golongan pengikut akhir ini baru menerima gagasan
pembaharuan setelah pada umumnya para anggota sistem sosial lain
menerimanya. Keputusan menerima inovasi itu mungkin karena kepentingan
ekonomi, atau karena adanya tekanan sosial. Setiap ada inovasi mereka
selalu bersikap ragu (skeptis) dan hati-hati sekali. Kelompok ini
biasanya baru menerima inovasi apabila sebagian anggota masyarakat telah
menerimanya.
Terakhir adalah kelompok adopter lagard (kolot/tradisional). Yang
tergolong pada kelompok lagard adalah orang-orang yang terakhir menerima
suatu gagasan baru. Mereka ini memiliki pandangan dan wawasan yang
paling sempit diantara semua kelompok adopter. Referensi mereka adalah
masa lalu, sehingga keputusan yang diambilnya dikaitkan dengan apa yang
telah dilakukan oleh generasi lalu. Ketidaklancaran dalam menerima
inovasi adalah karena mereka itu tidak memahami ide-ide baru itu. Ketika
akhirnya mereka menerima inovasi, dia sudah jauh tertinggal oleh
teman-temannya yang sudah lebih dahulu menerima.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. (2007). Perspektif Pendidikan Bahasa Inggris Di
Indonesia Dalam Konteks Persaingan Global. Bandung: CV.
Andira.
Budimansyah, Dasim. (2007). Model Pembelajaran Berbasis Portofolio. Bandung: PT. Genesindo.
Danim, Sudarwan. (2002). Inovasi Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: PT. Refika Aditama.
Ibrahim. (1988). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikti Depdikbud.
Mukhtar dan Yamin, Martinis. (2007). 10 Kiat Sukses Mengajar Di Kelas. Jakarta: PT. Nimas Multima.
Rogers, M Everett. (1983). Diffusion of Innovation. New York: The Free Press.
Saud, S Udin dan Suherman, Ayi (2006). Bahan Belajar Mandiri Inovasi Pendidikan. Bandung: UPI Press.
Wahyudin, Dinn et.al. (2007). Materi Pokok Pengantar Pendidikan: Modul Universitas Terbuka. Jakarta: Universitas Terbuk